Jumat, 13 Maret 2009

Geografi

Pantai :

By : Siti Dedeh Sadiyah

Pantai adalah bagian dari darat yang terdekat dengan laut >garis pantai adalah garis batas antara laut dan darat .Tepi pasir atau pesisir adalah bagian dari darat yang tergenang air ketika pasang naik dan kering ketika pasang surut. Di pantai banyak terjadi perubahan akibat pukulan pukulan ombak ,karena pantai itu sedang dalam keadaaan turun atau karena air laut naik . Abrasi atau erosi marine memperlihatkan hasil pekerjaan dipantai yang curam ,karena ombak itu dapat merusak pantai,sehingga batu batu pecah belah dan akhirnya pantai seakan terpotong>maka terjadilah tebing tebing yang curam.

Pantai dapat dibagi atas beberapa jenis :

1. Menurut condong tidaknya darat ditepi pesisir , antara lain ada panatai rendah ,pantai yang landai dan adapula pantai yang curam.

2. Menurut bentuknya karena pengaruh pegunungan pegunungan yang dekat dengan pantai.

a. Pantai konkordan yaitu pantai yang membujur sejajar dengan pegunungan yang memanjang di pantai ,contoh pantai barat Sumatra dengan Bukit Barisan.

b. Pantai diskordan atau pantai melintang, yaitu apabila pegunungan agak tegak lurus letaknya terhadap garis pantai .Contoh panatai barat Laut Spanyol

c. Pantai netral yaitu pantai yang tidak didampingi pegunungan melainkan berupa tanah atau dataran rendah contoh: Pantai dataran tinggi yaitu pantai Afrika dan Pantai dataran rendah yaitu Sumatra Timur.

3. Menurut cara terjadinya .

Pantai terjadi berubah ubah karena bermacam macam hal .Satu macam pengaruh tertentu menyebabkan terjadinya suatu jenis pantai tertentu pula .Maka menurut sebab sebab itu lah ada nama jenis pantai. Contohnya antara lain sebagai berikut :

a. Pantai berdanau/Laguna/Haff

Yaitu danau pantai yang hamper terpisah atau seluruhnya terpisah akibat adanya sebuah lidah tanah atau kubu pesisir (nehrung). Kalau didaerah itu dahulu ada gosong pasir dekat pantai ,maka terjadilah suatu kubu pesisir. Terjadinya nehrung karena arus dan gelombang laut membawa pasir agar menyerong tidak tegak lurus ke pantai .Contoh pantai utara Polandia , Pantai selatan Perancis.

b. Pantai Mangrove (Pantai hutan Bakau).

Adalah pantai yang rendah dan ditumbuhi oleh hutan bakau >Contohnya terdapat di pantai Sumatra sebelah timur. Hutan bakau itu banyak terdapat di equator .Jika pantai itu terlalau rendah selalu banyak lumpurnya ,dan ketika pasang naik selalu tergenang oleh air.

c. Pantai Berbukit Pasir.

Pantai ini terjadi kalau kebanyakan bertiup angina laut, kerapkali pesisirnya kering,banyak gosong air didekat pantai, perbedaan pasang naik dan pasang surut agak besar dan vegetasinya sedikit.

Contohnya Pantai Lhonga di Aceh.

d. Pantai bertebing/Pantai curam/Pantai pegunungan / Pantai Falaise.

Pada pantai daerah pegunungan ombak selalu bergelombang sehingga terjadi perusakan pada batua batuan dan akhirnya terbentuklah pantai yang bertebing.h

Pada pantai daerah pegunungan ombak selalu bergelombang,sehingga terjadi perusakan pada batuan batuannya dan akhirnya terbentuklah pantai yang bertebing . Dibawah tebing yang curam itu biasanya tertumpuk rombakan batu batuan. Karena bukit itu terdiri karang dan batu gamping maka batu karanglah yang bertumpuk dikaki tebing itu ,sedang pesisir yang ada sangat sempit. Contohnya di Indonesia adalah di Pantai Selatan Pulau Jawa.

e. Estuarium.

Adalah sebagian lembah yang tenggelam di sebuah pantai rendah .Muara sungai itu lalu berbentuk corong dan agak jauh menjorok kea rah darat. Estusrium terjadi karena tempat itu terdapat perbedaan besar antara tingginya air laut pada waktu pasang naik dan pasang surut.

f. Delta.

Adalah dataran yang rendah sekali di muara sebuah sungai ,dan terjadi karena sungai itu mengndapkan hasil pelapukan dimuara sungai (sedimentasi).Sebuah delta dapat terjadi kalau laut itu dangkal, ombak tidak terlalu besar, banyak hasil epalapukan dibawa oleh sungai sampai ke muaranya., perbedaan tinggi nya air tidak terlalu besar karena pasang naik dan pasang surut, terjadinya perubahan negatip dan adanya tumbuhan di pantai itu.

  1. Fyord.

Lembah lembah gletser yang terjadi di jaman es, digenangi kembali oleh laut setelah berakhir zaman e situ. Oleh karena itu terjadilah sejenis estuarium yang membujur jauh ke daerah pedalaman dan pantai teluk yang agak sempit dan curam. Ciri cirri fyord adalah sebagai berikut.

- laut di teluk itu dalam.

- penampang melintang bentuk U.

- teluk sempit serta berlekuk lekuk.

- tebing curam kecuali diujungnya dan penampang membujur berbentuk palung.

Contoh Fyord di Norwegia , Scotlandia Barat.

  1. Skeren.

Dimuka fyord kadang kala terdapat pulau pulau kecil yang berbatu .

  1. Ria .

Ria terjadi disebuah lembah sungai turun ,lalu digenangi air laut.. Kalau hal itu terjadi di daerah pantai yang berbukit bukit, tegak lurus pada garis pantai , maka terjadilah pantai ria.. Pantai jenis ini banyak terdapat di barat laut Spanyol , di barat daya Eire di Asia Kecil.

j. Teluk adalah laut yang menjorok ke darat lebih kecil, Contohnya Teluk Jakarta, Teluk Pacitan dan Teluk Pelabuhan Ratu.

sumber: QA.Understanding Planet Earth .2006. Canada : Jacques Fortin.

Kamis, 22 Januari 2009

PTK JIGSAW

UPAYA MENUMBUHKAN AKTIVITAS

BELAJAR SISWA KELAS IX B DALAM MEMAHAMI

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN BUMI PADA PELAJARAN GEOGRAFI

MELALUI PENERAPAN METODE KOOPERATIF MODEL JIGSAW

(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Tahun Pelajaran 2007/2008)

Penulis

Siti Dedeh Sa’diah, S.Pd.

NIP 132 252 212

SMP NEGERI 3 PACET KABUPATEN CIANJUR

PROPINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Upaya Menumbuhkembangkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Geografi Melalui Penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Pada Standar Kompetensi Memahami Hubungan Manusia Dengan Bumi”, pada Siswa Kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur Tahun Pelajaran 2007/2008. Penelitian Tindakan Kelas ini kami susun sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti seleksi guru berprestasi.

Dalam penyusunan PTK ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Tono Hartono,S.Pd, Kepala SMP Negeri 3 Pacet Cianjur, sebagai Pembina dan pembimbing utama dalam penyusunan makalah ini, yang telah memberikan pembinaan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran hingga makalah ini selesai

2. Rekan-rekan guru dan seluruh staf Tata Usaha SMP Negeri 3 Pacet Cianjur, yang telah memberikan saran dan bantuan sehingga terseusunnya makalah ini

3. Ayah (alm) dan Ibu tercinta dan keluarga besar yang telah memberikan do’a restu dalam hidup ini.

4. Bapak Jaenudin yang tercinta sebagai pendamping dikala susah maupun dikala duka yang telah memberikan dorongan dan semangat hingga terciptanya makalah ini.

5. Anak-anakku tersayang, Hudiya Ikhtisamul Ahsan dan M. Fachri Tanwi Khalili, yang selalu memberikan semangat dan motifasi bagi penulis.

Akhirnya tiada kata yang dapat diucapkan dan tiada kalimat yang bisa disimpulkan hanyalah doa dan restu yang penulis dapat panjatkan kepada Yang Maha Agung, semoga amal baik dari semua pihak tersebut di atas mendapat imbalan yang setimpal dari-Nya, serta selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian.

Amin.

Pacet, Pebruari 2008 Penulis

ABSTRAK

“Upaya Menumbuhkembangkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Geografi Melalui Penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw Pada Standar kompetensi Memahami Hubungan Manusia Dengan Bumi”, pada Siswa Kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur. Tahun Pelajaran 2007/2008.Kata Kunci:Aktivitas Siswa, Koperatif ,Model Jigsaw

Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Apakah pembelajaran kooperatif model Jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar Geografi pada SK memahami hubungan manusia dengan bumi? (b) Bagaimana pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadapa aktivitas belajar Geografi pada SK memahami hubungan manusia dengan bumi?

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadap hasil belajar Geografi. (b) Ingin mengetahui seberapa jauh aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Geografi setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Jigsaw.Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran, yang terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan, pengamatan, dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif dan lembar observasi proses pembelajaran .Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi dan aktivitas belajar siswa mengalami kemajuan yang signifikan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode kooperatif model Jigsaw dapat berpengaruh positif terhadap aktivitas belajar Siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pada proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, khususnya Geografi.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang ini, kita perlu menelaah kembali praktik pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad ini akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah.

Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.

Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.

Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.

Selama ini, pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab merupakan strategi yang paling sering digunakan dalam pembelajaran IPS. Guru mendominasi pembicaraan dan buku-buku konvensional masih merupakan sumber belajar yang primer. Sehingga tidak mengherankan kalau siswa cenderung jenuh, bosan dan akhirnya kurang respek terhadap pelajaran IPS. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar siswa. Sebagai contoh kelas IX B, dari 41 siswa yang bisa mencapai ketuntasan belajar rata-rata hanya 50 %. Jadi siswa yang perolehan nilainya sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) kurang lebih hanya 20 sampai 21 siswa. Salah satu factor penyebabnya adalah karena model pembelajaran yang kurang tepat, sehingga kurang bisa menggali potensi siswa. Penulis mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran yang mengarah pada standar model pembelajaran dalam KTSP, salah satunya adalah dengan system pembelajaran gotong royong atau cooperative learning.

Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya, metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang.

Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelompok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsru pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.

Hasil pengkajian penulis terhadap berbagai modal pembelajaran IPS, metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw merupakan model yang dapat dijadikan allternatif dalam pembelajaran yang memiliki konsep memberdayakan peserta didik untuk aktif dalam belajar baik secara individu maupun kelompok. Model ini berupaya meningkatkan gairah siswa untuk aktif dalam belajar secara kelompok, sehingga akan menimbulkan minat dan motivasi yang tinggi dalam belajar baik secara individu maupun kelompok.

Sehubungan dengan keunggulan tersebut, maka penelitian ini akan mengujicobakan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw dalam pembelajaraan Geografi pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi. Perolehan nilai hasil prestasi siswa pada standar kompetensi ini relative sangat rendah.

Adapun judul penelitian ini, yaitu : “Upaya Menumbuhkembangkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas IX B Dalam Memahami Hubungan Manusia Dengan Bumi Pada Pelajaran Geografi Melalui Penerapan Metode Kooperatif Model Jigsaw

(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas IX B SMPN 3 Pacet Cianjur Semester Genap Tahun Pelajaran 2007/2008)

sanakan tugasnya.

ang berkualitas. Tenaga pendidik y

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan dan dibatasi sebagai berikut :

1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar Geografi siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008 pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi?

2. Bagaimana pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadap aktivitas belajar Geografi siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008 ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan dan batasan masalah di atas, maka tujuan dilakasanakan penelitian ini adalah :

1. Ingin mengetahui peningkatan hasil belajar Geografi siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008 dengan menerapkan metode kooperatif model Jigsaw pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi.

2. Ingin mengetahui peningkatan aktivitas belajar Geografi siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008 dengan menerapkan metode kooperatif model Jigsaw pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kegiatan siswa dan guru SMP.

1. Manfaat bagi siswa SMP, yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar dan membiasakan belajar secara aktif, kreatif dan bekerjasama serta untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.

2. Manfaat bagi guru, yaitu memberikan masukan tentang model pembelajaran, meningkatkan kemempuan dalam menggunakan model pembelajaran serta meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.

E. Hipotesa Tindakan

Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka, maka hipotersa tindakan yang di ajikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penerapan metode kooperatif model Jigsaw meningkatkan hasil belajar Geografi siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008 pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi.

2. Penerapan metode kooperatif model Jigsaw meningkatkan aktivitas belajar Geografi siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008 pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi.

F. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan

dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

hipotesa tindakan dan sistematika penyajian

Bab II : Kajian pustaka tentang metode pembelajaran kooperatif model

Jigsaw.

Bab III : Metodologi penelitian

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan

Bab V : Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar, sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI ; 1996 :14).

Senada dengan pernyataan tersebut Sutomo (1995 : 68) mengemukakan : bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat pisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya piker, sikap dan lain-lain (soetomo, 1993 : 120).

Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situas tertentu.

B. Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa lebih mengarah kepada apa yang pelajar lakukan (what the student does) selama proses pembelajaran dan pengajaran berfungsi sebagai penyokong pembelajaran ( supporting learning). Dalam pengajaran yang mengutamakan aktivitas siswa, guru hanya berperan sebagai fasilitor. Sebagaimana yang diungkapkan Biggs (1999 : 24), “it’s not what we do, it’s what student do that is the important thing.”

C. Metode pembelajaran Kooperatif

Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.

Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.

2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79)

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukan sebagai berikut ini.

  1. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik.
  2. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada 4 pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.

b. Bagimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied), dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal Ilmu Pengetahuan Sosial berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Kelompok belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehinga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.

c. Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. Ada 3 teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1) Berdasarkan metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru menyusun kelompok-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.

2) Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang dari 1 hingga 10. Selanjutnya, para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik heterogen.

3) Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar yang heterogen.

3. Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.

4. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.

b. Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw Puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.

c. Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan motivasi belajar.

5. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.

6. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

a. Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.

b. Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.

c. Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.

d. Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.

7. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujaun dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut.

a. Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.

b. Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.

8. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.

9. Menyusun kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan terintegrasi.

10. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.

11. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sereing memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.

b. Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.

c. Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.

d. Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.

e. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.

f. Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang logis.

g. Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.

12. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

13. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.

14. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.

15. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hsil belajar mereka.

16. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.

17. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif

FASE

TINGKAH LAKU GURU

Fase 1

Menyampakan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajar tersebut dan memotivasi siswa

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok besar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membuat setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

D. Model Pembelajaran Jigsaw (Model Tim Ahli)

Metode pembelajaran Jigsaw merupakan bagian dari metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam belajar. Model pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Aronson, Blaney, Stephen, Sikes dan Snapp(1978)

Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw

1. Siswa dikelompokan ke dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang

2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda

3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan

4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian / sub yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli/Expert Group) untuk mendiskusikan sub bab mereka

5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal (Home Group) dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tota kembali ke kelompok asal (Home Group0 dan bergantian mengajar teman satu tim mereiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh

6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

7. Guru memberi evaluasi

Dari keterangan di atas kita dapat melihat keunggulan dari modal Jigsaw, diantaranya:

1. Memperkuat komitmen antar anggota

2. Melibatkan semua siswa untuk ikut berpartisipasi dalam pembelajaran karena setiap siswa bertanggung jawab terhadap materi yang ditugaskan kepadanya.

3. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar karena setiap siswa harus menginformasikan apa yang dia pelajari kepada anggota kelompok yang lain.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial eksperimental.

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai guru bekerja sendiri, tidak berkolaburasi dengan siapapun. Hal ini peneliti lakukan agar dalam penelitian ini siswa tidak tahu kalau sedang di teliti. Kehadiran peneliti sebagai guru dalam kelas dilakukan seperti biasanya tanpa ada perbedaan dari hari biasa.

A. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 3 Pacet Cianjur Jl. Cibodas Parigi No. 99 Tlp(0263) 580620 Ds. Cibodas Kec. Pacet Kab. Cianjur

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian itu dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari pada semester genap tahun pelajaran 2007/2008.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa-siswi Kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet Cianjur tahun pelajaran 2007/2008, dengan jumlah 41 siswa yang terdiri atas 17 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan, pada standar kompetensi “Memahami Hubungan Manusia Dengan Bumi” pada mata pelajaran IPS- Geografi

Secara garis besar, siswa-siswi yang menjadi subjek penelitian secara ekonomi berasal dari golongan menengah ke bawah. Orang tua mereka rata-rata adalah petani dan mereka hanya mengenyam bangku pendidikan sampai SD. 90% mereka pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tiga siklus. Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut :




Gambar 3.1. Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah :

  1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
  2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
  3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
  4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1,2 dan 3, dimana masing-masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing-masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

C.. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Rencana Pelaksanakan Pembelajaran (RPP)

Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran, dan kegiatan belajar mengajar.

2. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil kegiatan belajar mengajar.

3. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep Geografi pada standar kompetensi memahami hubungan manusia dengan bumi. Bentuk soal yang diberikan adalah tes uraian (esay) dengan jumlah lima soal.

4. Lembar Observasi

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan proses pembelajaran dengan metode kooperatif model Jigsaw dan tes formatif.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada akhir proses pembelajaran..

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

  1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:


Dengan : = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

Menentukan nilai akhir siswa dengan menggunakan rumus

NA = Skor total siswa X 100

Skor total ideal

Untuk Ketuntasan Belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal yang disebut taraf serap. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor sesuai dengan KKM yaitu 65 dan taraf serap di hitung dengan rumus persentase taraf serap sebagai berikut:

Dengan kriteria : ≥ 80% sangat tinggi

60-79% tinggi

40-59% sedang

20-39% rendah

<20% sangat rendah (Diadopsi dari Sa’adah, 2000)

2. Untuk lembar observasi

Pelaksanaan observasi dilakukan oleh guru lain yang mengajar di sekolah tempat penelitian tindakan kelas berlangsung. Pelaksanaan observasi dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berfungsi untuk menilai aktivitas belajar siswa. Perhitungannya menggunakan rumus :

a. Lembar observasi pengelolaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.

Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2

b. Lembar observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif model Jigsaw di hitung dengan rumus sebagai berikut :

% = x 100 %

J : Jumlah siswa yang melakukan aktivitas

N : Jumlah seluruh siswa

Dengan kriteria : ≥ 80% sangat baik

60-79% baik

40-59% cukup

20-39% kurang

<20% sangat kurang (Diadopsi dari Sa’adah, 2000)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa data observasi hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran dan hasil tes formatif siswa dengan model pembelajaran Jigsaw. Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif model Jigsaw dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.

A. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pembelajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 19 Pebruari 2008 di kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet dengan jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan kegiatan pembelajaran.

Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I

No

Aspek yang diamati

Penilaian

Rata-rata

P1

P2


B. Kegiatan inti

1. Mempresentasikan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Melatih keterampilan kooperatif

4. Mengawasi setiap kelompok secara bergiliran

5. Memberikan bantuan kepada kelompok yang mengalami kesulitan

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

3

3

3

3

3

3

II

Pengelolaan Waktu

2

2

2

III

Antusiasme Kelas

  1. Siswa antusias
  2. Guru antusias

2

3

2

3

2

3

Jumlah

32

32

32

Keterangan : Nilai : Kriteria

1) : Tidak Baik

2) : Kurang Baik

3) : Cukup Baik

4) : Baik

Berdasarkan tabel di atas aspek-aspek yang mendapatkan kriteria kurang baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, pengelolaan waktu, dan siswa antusias. Keempat aspek yang mendapat nilai kurang baik di atas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II.

Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas siswa seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Aktivitas siswa pada siklus I

No

Aspek Yang diamati

Jumlah

%

1

Mendengarkan Penjelasan guru

25

60,98

2

Mengambil giliran dan pembagian tugas dalam kelompok

30

73,17

3

Mengerjakan soal secara individu

20

48,78

4

Kerja sama dalam kelompok ahli

20

48,78

5

Menginformasikan hasil diskusi kepada kelompok asal

20

48,78

6

Mempresentasikan hasil diskusi

10

24,39

7

Mengajukan pertanyaan atau pernyataan

10

24,39

8

Menanggapi pertanyaan atau pernyataan

15

36,59

Berdasarkan table di atas, aktivitas siswa yang menunjukkan kriteria baik adalah mendengarkan penjelasan guru yaitu 60,98% serta mengambil giliran dan pembagian tugas dalam kelompok yaitu 73,17%. Sedangkan aktivitas mengerjakan soal secara individu, kerja sama dalam kelompok ahli, menginformasikan hasil diskusi kepada kelompok asal masing-masing berkriteria cukup dengan angka 48,78%. Aktivitas yang masih kurang adalah menanggapi pertanyaan/pernyataan yaitu 36,59%, mempresentasikan hasil diskusi dan mengajukan pertanyaan/pernyataan yaitu 24,39%.

Hasil tes formatif siswa pada siklus I dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 4.3. Distribusi Nilai Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

NO

NO. ABSEN

NO SOAL/SKOR MAX/SKOR SISWA TIAP SOAL

JUMLAH

NA

KETERANGAN

1

2

3

4

5

T

TT

2

4

6

3

5

1

1

1

2

5

2

3

13

65


2

2

1

2

3

3

2

11

55


3

3

2

2

4

2

2

12

60


4

4

1

2

2

3

2

10

50


5

5

2

3

5

3

2

15

75


6

6

2

3

4

1

4

14

70


7

7

2

1

4

2

5

14

70


8

8

2

3

2

2

3

12

60


9

9

1

3

3

1

3

11

55


10

10

2

3

4

2

2

13

65


11

11

2

1

5

2

4

14

70


12

12

1

2

4

3

5

15

75


13

13

2

1

4

2

3

12

60


14

14

2

3

4

3

2

14

70


15

15

2

3

4

3

5

17

85


16

16

2

2

4

2

5

15

75


17

17

2

3

5

3

2

15

75


18

18

2

3

4

2

3

14

70


19

19

2

1

4

1

3

11

55


20

20

2

1

3

1

3

10

50


21

21

2

4

3

3

5

17

85


22

22

1

3

3

2

3

12

60

23

23

2

4

6

2

4

18

90


24

24

2

2

4

3

4

15

75


25

25

1

4

5

2

3

15

75


26

26

1

3

4

3

4

15

75


27

27

1

3

4

2

5

15

75


28

28

1

4

4

2

3

14

70


29

29

2

3

5

2

3

15

75


30

30

1

2

4

2

3

12

60


31

31

2

1

4

2

5

14

70


32

32

1

3

4

2

2

12

60


33

33

2

1

5

1

5

14

70


34

34

2

4

4

3

3

16

80


35

35

2

1

4

2

3

12

60


36

36

2

2

5

3

4

16

80


37

37

2

3

4

2

4

15

75


38

38

2

2

4

1

4

13

65


39

39

1

2

5

1

3

12

60


40

40

1

3

3

1

3

11

55


41

41

2

1

5

2

4

14

70


JUMLAH

68

99

166

86

140

559

2795



% PENCAPAIAN

82,29%

60,37%

67,48%

69,92%

68,83%
















Ket :








T :

Tuntas








TT:

Tidak tuntas








Jumlah siswa yang tuntas 27






Jumlah siswa yang belum tuntas 14































Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

No

Uraian

Hasil Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase taraf serap

68,17

27

65,85%

Dari table di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,18 dan taraf serap mencapai 65,85% atau ada 27 siswa dari 41 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I nilai hasil belajar siswa dan taraf serap belum mencapai hasil yang optimal.

Pada siklus I, secara garis besar kegiatan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran

2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu

3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.

d. Revisi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. Revisi tersebut diantaranya adalah :

1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan

3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus II

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pembelajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 26 Pebruari 2008 di kelas IX B SMP Negeri 3 Pacet dengan jumlah siswa 41 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan kegiatan pembelajaran.

Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut: